Kenapa ya berita pem-bully-an makin marak diberitakan? Entah senior memukuli juniornya, teman melucuti baju temannya yang lain, juga kejulidan netizen di sosmed.
Di skala yang ringan, anak SD juga enteng saja memanggil nama temannya dengan panggilan yang buruk. Hingga temannya ini menangis. Atau ada anak yang sering mengambil atau menyembunyikan barang temannya tanpa rasa bersalah.
Kondisi sepertinya mestinya bukan menjadi pemakluman ya sobat hijrah. Sikap dan perilaku yang salah ini mesti diluruskan.
Bahwasannya Allah tidak menyukai bila kita menyakiti hati orang lain. Sebaliknya Allah memerintahkan kita berkata baik dan menyayangi teman.
Lalu siapa yang mestinya mengajarkan adab, sopan-santun, berkasih sayang? Apakah guru, ustadz-ustadzah di sekolah? Ataukah kita orang tuanya? Apa pula 3 kesalahan dalam mendidik anak di era digital yang jangan sampai kita lakukan?
Yuk, lanjutkan bacanya agar anak kita terjaga dari kemerosotan moral !
Gempuran digitalisasi menerpa kehidupan kita. Alih-alih teknologi dapat dikuasai namun masih banyak realitas di luar sana, justru teknologi yang menguasai manusia.
Artinya penggunaan teknologi yang kurang bijak justru melemahkan sendi kehidupan. Misalnya di bidang makanan. Kita makin dimudahkan dengan sajian fast food yang praktis. Termasuk adanya kemudahan akses untuk pesan secara online tanpa harus repot keluar rumah.
Hal ini dapat membuat sebagian orang malas memasak dan malas bergerak. Obesitas dan penyakit kronis pun bertambah kasusnya karena gaya hidup kurang sehat ini.
Apalagi pada anak yang belum bisa mengatur waktu, membedakan mana kesenangan dan kebutuhan. Termasuk belum kuat pondasi pemahaman tentang bagaimana memilah tayangan sesuai usia dari gadget-nya.
Sehingga segala jenis informasi dapat masuk ke otak anak tanpa bisa disortir. Lambat laun bisa mempengaruhi alam bawah sadarnya, entah itu baik atau buruk.
Emak saras jadi teringat berita seorang anak laki-laki usia sekitar 8-9 tahun tetiba bisa mengendarai mobil milik tetangganya. Mobil disetiri sendiri dengan kecepatan tinggi dan hampir menabrak pengguna jalan lain.
Ungkapan "kompas dalam mendidik anak". Seperti halnya sedang bepergian kita pun perlu kompas dalam mendidik anak. Maka hal pertama adalah menjawab pertanyaan di atas.
Artinya makin minimnya keterlibatan orang tua dalam mendidik anak. Dikiranya cukup dengan menyekolahkan lalu tugas mereka selesai.
Di Al Qur’an Surat At Tahrim ayat 6 menyatakan tugas pendidikan ada pada orang tuanya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluargamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu. Di atasnya malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah.”
“Robbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun waj’alna lil muttaqina imama”
Yang artinya, “Ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami, keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
Dari doa ini dapat dilihat urutan dalam mendidik anak dimulai dari seorang suami sebagai imam keluarga. Urutan berikutnya suami mendidik istrinya dulu baru anak.
Sehingga yang mestinya belajar terlebih dulu adalah para suami. Mensolihkan perannya sebagai qowwam dengan mengilmui pendidikan keluarga.
Sehingga menghasilkan anak didik yang pintar tapi kosong jiwanya. Miskin keyakinan akan keberadaan Allah yang mengatur setiap detil hidupnya.
b. Hanya mengunggulkan knowledge.
Artinya tidak ada ketegasan sekolah jika orang tua absen hadir. Sehingga bisa muncul gap ketidakselarasan pemahaman untuk bersama-sama membangun anak.
Bukan berteman dengan pandai besi. Dimana kita bisa ikut terpercik apinya bila terlalu sering berada di dekatnya.
Maka mari kita pastikan teman terdekat anak kita mempunyai adab yang baik, pola asuh yang baik dari orang tuanya sehingga akan mengajak anak kita pada kebaikan.
1. Tidak menanamkan iman
2. Tidak menanamkan adab
3. Tidak menanamkan cinta
Berikut selengkapnya penjelasan Ustadz Yus Ibnu Yasin tentang kesalahan dalam mendidik anak :
Selain itu perlu dicek lagi kurikulum pendidikan yang terlalu banyak beban atau tuntutan. Apakah kita mentarget anak untuk cepat bisa baca tulis, dituntut untuk cap cis cus bahasa Inggris, dan dipaksa untuk jago sains?
Bukannya tak boleh ya sobat hijrah. Pondasi yang awal dibangun adalah mengajarkan keyakinan Allah adalah segala sumber kehidupan di bumi ini. Sebab hal ini penting sebelum ajaran ilmu lain.
Lalu apa ciri kita sudah berhasil menanamkan iman ?
Ustadz yang berdomisili di Sumurboto, Tembalang Semarang itu berkata : “Hadirnya rasa tenang”.
Berapa banyak orang tua mengorbankan ketenangan untuk memuaskan hawa nafsunya semata? Misalnya tidak mau bersusah-susah membaca Al Qur’an dengan alasan sibuk.
Sangat disayangkan ahli ilmu sekarang kehilangan buahnya yaitu adab atau akhlak yang baik.
Dan lagi banyak orang sholat tapi tak dipahami arti bacaannya. Seperti juga banyak orang membaca Qur’an tapi tak membekas di jiwanya.
Maka marilah kita bersungguh-sungguh contohkan anak kita bagaimana adab pada guru. Menghormati, berkata santun, dan patuh pada mereka. Agar kita tidak kehilangan kunci keberkahan ilmu.
a. Istri dan ibu yang bahagia
Terlebih dulu jadikan diri penuh cinta dan rasa syukur. Bagaimana kita bisa berbagi bila tak punya tangki cinta yang penuh?
Maka bagi para suami, bahagiakan istri dulu dengan mencukupi kebutuhan fisik dan mentalnya.
Bahagia bukan soal materi karena ini tak akan pernah cukup untuk dipenuhi ya. Tapi bahagia karena memiliki ilmu untuk bisa bersyukur bila mendapat nikmat dan bersabar jika mendapat ujian.
b. Menciptakan bonding
Ada 3 waktu terbaik saat menciptakan bonding dengan memulai diskusi penanaman iman dan adab. Di saat makan bareng, saat safar atau perjalanan, dan saat sebelum anak tidur.
Maka manfaatkan tiga waktu tersebut untuk berkisah, ngobrol, bercerita secara mindfulness. Artinya tidak sambil disambi-sambi flexing sosmed, jualan online, atau kegiatan lain.
Lalu siapa yang mestinya mengajarkan adab, sopan-santun, berkasih sayang? Apakah guru, ustadz-ustadzah di sekolah? Ataukah kita orang tuanya? Apa pula 3 kesalahan dalam mendidik anak di era digital yang jangan sampai kita lakukan?
Yuk, lanjutkan bacanya agar anak kita terjaga dari kemerosotan moral !
Kondisi Masyarakat Era Digital
Menguasai atau Dikuasai Teknologi Digital ?
Mari kita pikirkan pertanyaan ini ? Teknologi dikuasai atau justru menguasai manusia ?Gempuran digitalisasi menerpa kehidupan kita. Alih-alih teknologi dapat dikuasai namun masih banyak realitas di luar sana, justru teknologi yang menguasai manusia.
Artinya penggunaan teknologi yang kurang bijak justru melemahkan sendi kehidupan. Misalnya di bidang makanan. Kita makin dimudahkan dengan sajian fast food yang praktis. Termasuk adanya kemudahan akses untuk pesan secara online tanpa harus repot keluar rumah.
Hal ini dapat membuat sebagian orang malas memasak dan malas bergerak. Obesitas dan penyakit kronis pun bertambah kasusnya karena gaya hidup kurang sehat ini.
Kecanduan Gadget
Di sisi lain muncul fenomena kecanduan gadget. Screen time yang berlebihan jelas dapat mengganggu keseimbangan hidup, kesehatan fisik dan mental.Apalagi pada anak yang belum bisa mengatur waktu, membedakan mana kesenangan dan kebutuhan. Termasuk belum kuat pondasi pemahaman tentang bagaimana memilah tayangan sesuai usia dari gadget-nya.
Sehingga segala jenis informasi dapat masuk ke otak anak tanpa bisa disortir. Lambat laun bisa mempengaruhi alam bawah sadarnya, entah itu baik atau buruk.
Emak saras jadi teringat berita seorang anak laki-laki usia sekitar 8-9 tahun tetiba bisa mengendarai mobil milik tetangganya. Mobil disetiri sendiri dengan kecepatan tinggi dan hampir menabrak pengguna jalan lain.
Saat akhirnya dihentikan paksa oleh warga, anak itu mengaku bisa mendadak menyupiri mobil karena terpicu untuk coba-coba. Dia mengakui sehari-harinya sering main game kebut-kebutan mobil. Se-ngeri itu ya dampaknya?
Dimanakah Peran Orang Tua ?
Inilah sebenarnya tugas orang tua. Mengenalkan fungsi gadget, meminjamkan bukan memberi hak pakai, membatasi penggunaan, dan mendampingi anak.Sayangnya masih banyak orang tua abai dan menjadikan gadget kompensasi atas kurangnya waktu dalam membersamai mereka. Sehingga dijumpai beragam permasalahan anak sekarang ini.
Latar Belakang Diadakan Sekolah Orang Tua (SOT) di SDIT Bina Amal Semarang
Makanya kami Pengurus Majelis Sekolah SDIT Bina Amal Semarang terpanggil untuk peduli. Majelis Sekolah yang beranggotakan perwakilan guru dan wali murid ini rutin memprogramkan SOT.Kami berkomitmen mengajak semua wali murid kembali menyadari peran penting orang tua.
Seminar parenting yang kami adakan semester ganjil ini mengundang narasumber Ustadz Yus Ibnu Yasin dengan judul “Ayah Bunda Support System Anak di Era Digital”.
Tiga Pilar Support System Mendidik Anak
Ada 3 pilar dalam mendidik anak, yaitu :- Orang Tua
Ungkapan "kompas dalam mendidik anak". Seperti halnya sedang bepergian kita pun perlu kompas dalam mendidik anak. Maka hal pertama adalah menjawab pertanyaan di atas.Kesalahan terbesar orang tua adalah memindahkan peran keluarga yang seharusnya menjadi pendidik utama ke sekolah secara menyeluruh. Atau bahasa Jawa-nya pasrah bongkokan.
Artinya makin minimnya keterlibatan orang tua dalam mendidik anak. Dikiranya cukup dengan menyekolahkan lalu tugas mereka selesai.
Di Al Qur’an Surat At Tahrim ayat 6 menyatakan tugas pendidikan ada pada orang tuanya.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kamu dan keluargamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu. Di atasnya malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah.”
Lalu dari mana memulai mendidik anak ?
Ditegaskan narsum kami, dari doa yang sering dipanjatkan ke Allah :“Robbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun waj’alna lil muttaqina imama”
Yang artinya, “Ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami, keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”
Dari doa ini dapat dilihat urutan dalam mendidik anak dimulai dari seorang suami sebagai imam keluarga. Urutan berikutnya suami mendidik istrinya dulu baru anak.
Sehingga yang mestinya belajar terlebih dulu adalah para suami. Mensolihkan perannya sebagai qowwam dengan mengilmui pendidikan keluarga.
Tak ayal sekolah suami atau sekolah ayah mestinya banyak diagendakan sebagai bentuk keseriusan menyiapkan para ayah berperan dalam peradaban. Bukan malah menyumbang ini sebagai fatherless country.
2. Sekolah
Yus Ibnu Yasin mengingatkan ada potensi kegagalan pendidikan karakter di sekolah jika :
a. Lebih mendewakan sisi akademis daripada tauhid atau keimanan pada Allah.
a. Lebih mendewakan sisi akademis daripada tauhid atau keimanan pada Allah.
Sehingga menghasilkan anak didik yang pintar tapi kosong jiwanya. Miskin keyakinan akan keberadaan Allah yang mengatur setiap detil hidupnya.
b. Hanya mengunggulkan knowledge.
Jangan sampai sekolah lebih mengajarkan bagaimana anak bisa cerdas bukan anak yang “baik.”
Kita ketahui bersama bahwa antara knowledge, attitude dan skill menjadi komponen yang dikembangkan di sekolah.
Sekarang ini attitude lebih dimaknai sebagai faktor penentu keberhasilan sesorang.
Yaitu bagaimana kita bersikap santun, ramah, berintegritas, berdisplin, dan bertanggung jawab.
c. Gagal mengajak orang tua datang di kajian ilmu atau sekolah orang tua yang diadakan sekolah.
Kita ketahui bersama bahwa antara knowledge, attitude dan skill menjadi komponen yang dikembangkan di sekolah.
Sekarang ini attitude lebih dimaknai sebagai faktor penentu keberhasilan sesorang.
Yaitu bagaimana kita bersikap santun, ramah, berintegritas, berdisplin, dan bertanggung jawab.
c. Gagal mengajak orang tua datang di kajian ilmu atau sekolah orang tua yang diadakan sekolah.
Artinya tidak ada ketegasan sekolah jika orang tua absen hadir. Sehingga bisa muncul gap ketidakselarasan pemahaman untuk bersama-sama membangun anak.
3. Lingkungan
Pemilihan circle pertemanan anak sangat penting ya sobat hijrah. Seperti analogi pertemanan dengan penjual parfum akan membuat kita ikut tercium wanginya.Bukan berteman dengan pandai besi. Dimana kita bisa ikut terpercik apinya bila terlalu sering berada di dekatnya.
Maka mari kita pastikan teman terdekat anak kita mempunyai adab yang baik, pola asuh yang baik dari orang tuanya sehingga akan mengajak anak kita pada kebaikan.
Pertanyaan dari Wali Murid
Ada pertanyaan menarik yang disampaikan peserta SOT saat itu. Yaitu bagaimana menyikapi teman-teman anak yang justru memberi pengaruh buruk.
Sangat disayangkan teman-temannya justru kerap main game online. Sementara anak tersebut minim akses gadget-nya.
Ditemukan juga adanya ungkapan atau ucapan kasar yang kadang enteng saja keluar dari mulut teman sekelasnya.
Maka ustadz Yus Ibnu Yasin menyarankan :
1. Miliki banyak ide dan variasi permainan di rumah. Sehingga fokus perhatian anak pada value saat main bersama kita.
2. Banyak berkisah tentang orang-orang solih yang hidup bersama dan setelah Nabi Muhammad wafat.
Agar contoh teladan dapat menginspirasi anak.
3. Jadilah teladan atas perkataan, sikap, dan perbuatan baik untuk anak.
Anak adalah peniru atas apa yang dilakukan orang tua, baik perilaku baik ataupun buruk.
Maka berhati-hatilah dalam bertindak ya sobat hijrah.
Jangan Lakukan 3 Kesalahan Ini dalam Mendidik Anak
Setelah kita pahami dari paparan di atas, pilar orang tua-lah yang memegang peran utama. Maka mari kita pastikan tidak lakukan 3 kesalahan ini dalam mendidik anak ya, sobat hijrah.1. Tidak menanamkan iman
2. Tidak menanamkan adab
3. Tidak menanamkan cinta
Berikut selengkapnya penjelasan Ustadz Yus Ibnu Yasin tentang kesalahan dalam mendidik anak :
- Tidak Menanamkan Iman
Jangan salah urutan ya sobat hijrah, jangan sampai pintar berhitung tapi tidak beriman.
Jangan sampai kita menjadikan makhluk, benda-benda, kerja keras, dan kepandaian kita sebagai "tuhan-tuhan" baru yg kita puja di luar Allah.
Selain itu perlu dicek lagi kurikulum pendidikan yang terlalu banyak beban atau tuntutan. Apakah kita mentarget anak untuk cepat bisa baca tulis, dituntut untuk cap cis cus bahasa Inggris, dan dipaksa untuk jago sains?
Bukannya tak boleh ya sobat hijrah. Pondasi yang awal dibangun adalah mengajarkan keyakinan Allah adalah segala sumber kehidupan di bumi ini. Sebab hal ini penting sebelum ajaran ilmu lain.
Bagaimana menceritakan keindahan sifat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sehingga muncul kecintaan dan optimisme dalam hati anak-anak.
Lalu apa ciri kita sudah berhasil menanamkan iman ?
Ustadz yang berdomisili di Sumurboto, Tembalang Semarang itu berkata : “Hadirnya rasa tenang”.
Berapa banyak orang tua mengorbankan ketenangan untuk memuaskan hawa nafsunya semata? Misalnya tidak mau bersusah-susah membaca Al Qur’an dengan alasan sibuk.
Atau bergegas berdiri setelah sholat hingga meninggalkan dzikir. Padahal bila tahu ilmunya, justru dengan berdzikir-lah hati menjadi tenang.
Tenang karena rizki yang Allah tetapkan tidak akan tertukar dan akan dicukupkan. Sehingga meski kita lembur, mau banting tulang sekeras apapun bila sudah dicukupkan sejumlah tertentu ya itulah rizkinya.
Tenang karena rizki yang Allah tetapkan tidak akan tertukar dan akan dicukupkan. Sehingga meski kita lembur, mau banting tulang sekeras apapun bila sudah dicukupkan sejumlah tertentu ya itulah rizkinya.
2. Tidak Menanamkan Adab
Bila dalam pendidikan di pondok pesantren, sebuah kitab yang menjadi pedoman pembiasaan adab adalah Kitab ‘Alim Muta’alim. Seperti halnya saat Nabi Muhammad mengajarkan iman dan adab para sahabat kala itu sebelum mengajarkan ibadah seperti sholat dan baca Al Qur’an.Sangat disayangkan ahli ilmu sekarang kehilangan buahnya yaitu adab atau akhlak yang baik.
Dan lagi banyak orang sholat tapi tak dipahami arti bacaannya. Seperti juga banyak orang membaca Qur’an tapi tak membekas di jiwanya.
Maka marilah kita bersungguh-sungguh contohkan anak kita bagaimana adab pada guru. Menghormati, berkata santun, dan patuh pada mereka. Agar kita tidak kehilangan kunci keberkahan ilmu.
3. Tidak Menanamkan Cinta
Sobat hijrah cinta ini bukan perkara sepele ya. Cinta yang hadir, tulus tanpa pamrih ke anak kita. Tidak berharap balasan. Sebab cukuplah Allah nanti yang membalas upaya yang kita lakukan ke anak.Cara Menanamkan Cinta
Lalu bagaimana kita bisa menanamkan cinta ke anak?a. Istri dan ibu yang bahagia
Terlebih dulu jadikan diri penuh cinta dan rasa syukur. Bagaimana kita bisa berbagi bila tak punya tangki cinta yang penuh?
Maka bagi para suami, bahagiakan istri dulu dengan mencukupi kebutuhan fisik dan mentalnya.
Bahagia bukan soal materi karena ini tak akan pernah cukup untuk dipenuhi ya. Tapi bahagia karena memiliki ilmu untuk bisa bersyukur bila mendapat nikmat dan bersabar jika mendapat ujian.
b. Menciptakan bonding
Ada 3 waktu terbaik saat menciptakan bonding dengan memulai diskusi penanaman iman dan adab. Di saat makan bareng, saat safar atau perjalanan, dan saat sebelum anak tidur.
Maka manfaatkan tiga waktu tersebut untuk berkisah, ngobrol, bercerita secara mindfulness. Artinya tidak sambil disambi-sambi flexing sosmed, jualan online, atau kegiatan lain.
Penutup
Mudah-mudahan dari informasi di atas tidak muncul perasaan berat dalam mendidik anak.
Karena sejatinya Allah yang menciptakan anak-anak maka Allah lah yang akan menjaga mereka. Asalkan kita pun secara serius mendidik dan membersamai anak.
Kita bersedia repot di awal dengan mengurus mereka fisik dan mentalnya, jiwa raganya. Kita mau merubah diri kita dengan belajar ilmunya dan menerapkannya sedikit demi sedikit. Sehingga benar tujuan mendidik anak yaitu menyiapkan anak berpisah dengan kita.
Hingga anak mampu bertanggung jawab atas pilihannya, terlatih menjalani baik-buruknya kehidupan, dan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi umat. Maka upayakan jangan lakukan 3 kesalahan di dalam mendidik anak yang sudah dibahas di atas ya.
Semangat, semoga Allah meridhoi kita semua ya, sobat hijrah. Aamiin...
Keberadaan gadget saat ini benar-benar menjadi tantangan dalam proses pengasuhan anak-anak. Orang tua yang kewalahan dalam membersamai buah hatinya melarikan anak-anaknya ke gadget yang justru akan membahayakan mereka.
BalasHapusSepertinya memang kita sebagai orang tua harus terus belajar dan salah satunya belajar memahami anak dengan bijak sehingga dapat dapat meminimalisir kesalahan dalam membersamai mereka di zaman digital seperti sekarang
Yes pak, kita aja yg segede gaban gini kadang lemah kl dah stalking Ig kelamaan. Apalagi anak yaa...🫠
HapusDunia sudah benar-benar berubah. Masa kecil saya dulu, semuanya serba mandiri, gak ada gadget, gak medsos. Hubungan anak dengan orang tua benar-benar terjalin dengan baik. Sekarang? Globalisasi dan digitalisasi mengubah semuanya. Inilah tantangan terbesar orang tua. Mendidik anak harus sesuai zamannya.... Semoga artikel ini bisa mengubah persepsi para orang tua tentang perannya dalam mendidik anak yang tanggungjawabnya kelak bukan main-main!
BalasHapusHehe bener dokter. Dulu mainan petak umpet, betengan, pasaran udah hepi aja gak ada capeknya..
HapusSupport system harus diperankan tak hanya orang tua ya tapi juga kakek nenek, onti uncle dan semua yang ada di sekitar anak karena biasanya orang tua sudah menerapkan disiplin tapi kondisi sekitar kurang mendukung
BalasHapusMeski kadang orang terdekat tsb yg blm sepaham sama kita ya mbaa...yuks pelan-pelan sambil berproses
HapusTerima kasih remindernya. Bener lo waktu bonding yang ampuh tuh saat makan sambil ngobrol, di perjalanan sambil ngobrol juga, lebih ces pleng dan yang paling disukai anak-anak itu saat sebelum tidur ngobrol atau baca buku
BalasHapusBener mba...sampai suatu saat anak ragilku pas di usia TK nagih terus mamanya utk cerita dan main bareng🤩
HapusIstri dan Ibu yang bahagia menjadi salah satu kunci dalam mendidik anak ya Bun. Semoga semua Bunda diliputi kebahagiaan dan kesehatan, serta dimampukan dalam mendidik anak tanpa melakukan kesalahan. Kalau pun ada kesalahan, semoga menjadi perbaikan.
BalasHapusUmma tertampar masih melakukan beberapa poin kepada anak.. ya Allah semoga makin bijak
BalasHapusAku sedang di fase capek diawal dan kujalani dengan senang hati, mau ketika nanti anakku besar memetik hasil dr yang aku dan suami tanamkan sekarang
BalasHapusGadget ibarat dua mata pisau, bisa membawa manfaat bisa juga membawa mudharat. Tinggal manusianya aja gimana menyikapinya. Yang dewasa haruslah bisa menuntun anak untuk bijak dalam memakai gadget. Karena nggak mungkin anak tidak dibekali pengetahuan tentang teknologi, nantinya akan ketinggalan.
BalasHapusYa Allah, semoga jika kelak Engkau karuniakan anak kepada kami, Engkau jadikan kami orang tua yang bertanggung jawab dan lurus mengikuti jalan-Mu. Aamiin.
BalasHapusSaya banyak setuju nih mulai dari SOT, hadir dalam kajian dan mengikat bonding lebih sering dengan anak. Saat ini memang lingkungan dan cara bersosialisasi semakin berubah. Ditambah lagi pengaruh gadget yang sangat tajam juga lingkungan tempat tinggal. Meski anak sudah sekolah di tempat yang baik, tetap saja pengaruh kebiasaan di rumah dan interaksi bersama teman serta gadget sanhat berpengaruh.
BalasHapus