sarasHijra

Healingmu Gak Usah Jauh-Jauh, Nulis Aja Yuk

1 komentar


Bestie, kerasa gak sih akhir-akhir ini  semua orang kompak butuh healing?

Penat dikit healing, kezel, insekyur pun pada pengen healing. Healingnya orang jaman now  diwujudkan dalam bentuk mencari kesenangan, hepi-hepi. Mereka pun mencari tempat-tempat yang dipercaya bisa ngembalikan mood. Tak ayal para investor pun berlomba-lomba create tempat wisata dan memviralkan di medsos demi memuaskan kebutuhan healing ini. Apakah memang harus go to somewhere place untuk bisa menghilangkan kecemasan, kegundahan, kebosanan? Tentu tidaakkk, masih ada kok cara untuk bisa release perasaan gak nyaman itu. Healingmu gak usah jauh-jauh, nulis aja yuk. Nulis? Aku gak punya bakat nulis, hoyy. Mungkin ini jadi alasan untuk gak ambil opsi ini ya.



It’s oke, nulisnya jangan dibayangin kamu harus menjadi penulis buku novel atau buku inspiratif yaa. Jadi nulis yang gimana donk? Lanjutin bacanya ya..


Pengantar

Disinyalir adanya tekanan pekerjaan dan beban hidup masyarakat perkotaan membuat siapa saja rawan mengalami stress. Apalagi pasca pandemi Covid-19 yang melumpuhkan sektor perekonomian membuat banyak orang tak siap menghadapi kenyataan. Menurut  DR.Setiawati Intan Savitri, MSI dalam webinar Forum Lingkar Pena yang berjudul Menulis untuk Terapi Kesehatan Mental, tekanan pekerjaan dan beban hidup yang tak tertangani akan menyebabkan depresi.

Berikut adalah link yutubnya jika bestie mau ikutan nyimak ya...



Hal lain yang menambah jumlah penderita kesehatan mental adalah adanya tuntutan untuk menjadi sosok sempurna di medsos. Mengagungkan kecantikan, kegantengan, juga popularitas pada sebagian kalangan menjadi budaya. Namun bila berlebihan tentu saja dapat merusak tatanan hidup bermasyarakat. Sebut saja artis Korea yang meninggal bunuh diri karena tekanan mental saat tidak lagi menjadi pujaan. 

Enggak banget lah ya buat kita-kita yang punya iman. Alias masih percaya ada Allah yang akan menolong kita dari segala permasalahan hidup. Asalkan kita juga mau usaha untuk mengevaluasi diri bukan menanti sim salabim prok-prok masalah akan hilang dengan sendirinya.


Kesehatan Mental

Pengantar Kesehatan Mental

Kesehatan Mental adalah kondisi dan proses emosi, fisik, pikiran, perilaku dan hubungan sosial yang seimbang, proporsional, koheren, utuh, sesuai, luwes dan adaptif. Menurut DR. Setiawati ada 3 kriteria untuk mengidentifikasi kesehatan mental.

  • a.       Seseorang dikatakan sehat mental jika kondisi jiwanya baik
  • b.      Sedangkan seseorang disebut normal bermasalah bila teridentifikasi ada masalah yang perlu diselesaikan
  • c.       Adapun abnormal adalah saat seseorang perlu pendampingan psikolog dan psikiater sebagai pihak yang berkompeten menangani masalah kesehatan mental

Mengapa Kita Bisa Memiliki Masalah Mental

Ada beberapa hal mengapa kita bisa memiliki masalah mental :

  • a.       Cara merespon peristiwa tidak tepat
  • b.      Tidak utuh/ koheren dalam melihat sebuah masalah
  • c.       Tidak sinkron antara keinginan dan kenyataan, cita-cita, dan fakta
  • d.      Tidak seimbang antara psikologi kerja terus lupa ngobrol dengan keluarga, lupa jalan-jalan, dan merenung
  • e.      Gangguan emosi
  • f.        Gangguan adaptasi
  • g.       Gangguan hubungan sosial


Reaksi Alamiah Saat Merespon Peristiwa Negatif

Saat seseorang dihadapkan dengan masalah, ada 2 reaksi alamiah yang bisa terjadi :

a.       Hadapi

Dengan memilih menghadapi masalah, seseorang akan merasakan fase :

1.       Menerima hadirnya masalah.

       Misal saat dia sakit maka dia menerima hadirnya rasa sakit itu

2.       Memberi makna

Seseorang akan mengakui bahwa dirinya lemah atau bersalah

3.       Mencari hikmah

Dia berusaha mencari hikmah di balik sakit yang dialaminya

4.       Mencari solusi

Dia mencari obat atau berkonsultasi dengan dokter

b.      Lari

Seseorang bisa pula lari saat mendapati dirinya mendapatkan masalah dan menunjukkan sikap : 1.       Menyangkal/ denial

Misal masih anggap anaknya yang wafat itu masih hidup.

2.       Mengganggap tak ada masalah

       Ditunjukkan dengan munculnya sikap tidak koheren antara apa yang diucapkan dengan apa yang dipikirkan

3.       Anggap baik-baik saja padahal kondisi mentalnya terlihat buruk

4.       Melarikan diri


Kalau kamu akan jadi pihak yang mana? hadapi dengan jantan atau lari ? 

Ya kalau bicara ideal saat hadapi masalah mestinya bisa legowo menerima ya. Namun gak segampang itu marimar...

Untuk punya kemampuan menerima hadirnya masalah, mestilah perlu dibiasakan dan dilatih. Paling tidak  bisa mengidentifikasi bahwa kita sedang merasa tidak nyaman akan hadirnya masalah. Sehingga bisa dengan segera mencari solusinya.

                                                                                                                       

Menulis untuk Kesehatan Mental

Jadi salah satu bentuk terapi untuk menjaga kesehatan mental adalah menulis. Eh, kenapa harus dengan menulis? Sementara mungkin kita gak punya bakat menulis. Jangan salah, menulis ini untuk merilis emosi. Tidak harus tulisan indah, sempurna karena tidak semua harus dipublikasikan.

Mekanisme Rilis Emosi Saat Menulis

Menulis adalah mekanisme melatih otak di bagian pusat berpikir untuk tetap aktif memproses informasi. Termasuk bila menghadapi masalah. Outputnya bisa berbeda. Ada yang selesai hanya dengan berpikir, ada yang selesai dengan berbicara pada orang lain. Ketika ada hal-hal yang menghalangi seseorang berbicara pada orang lain maka menulis adalah salah satu cara menjaga otak tetap waras. Artinya pada saat emosi dan mental butuh disalurkan, ada mekanisme penyalurannya. Yaitu dengan menuangkan apa yang dipikir dan dirasakan dalam bentuk tulisan.

Perbedaan Berpikir, Berbicara, dan Menulis Cerita

Doktor Setiawati menyampaikan bila dalam mendapati masalah, kita hanya melakukan aktifitas berpikir saja maka dapat meningkatkan 4 resiko. Yaitu : overthinking, overanalysing, rumination (mengulang-ulang, muter di situ aja), dan distress.

Menurut hasil survei yang diadakan sebelum webinar, peserta yang memproses pengalaman negatif melalui menulis dan berbicara melaporkan terdapat peningkatan kepuasan hidup. Mereka juga mengalami peningkatan kesehatan mental dan fisik dibandingkan peserta yang hanya sebatas memikirkan pengalaman negatifnya.

Tujuan Penulisan

Bila kita menulis, ada 2 tujuan untuk siapa tulisan itu dibuat :

1.       Diri sendiri

Yaitu tulisan pribadi bukan untuk dipublikasikan.

Misalnya menulis diary, jurnal harian, surat untuk diri sendiri, dan menyusun jadwal

2.       Umum atau orang lain

a.       Bukan komersil, misal opini di medsos

b.      Komersil, misal menulis artikel, menulis buku yang dihargai dengan uang

Dari beberapa tujuan di atas, tulisan untuk diri sendiri dan umum yang bukan komersil bisa menjadi bagian dari self terapi.


Menulis Dapat Menjadi Terapi

Nah, inilah bahasan kita bagaimana menulis menjadi salah satu healing yang murah karena ga usah keluar kocek untuk go to somewhere, bestie. Layaknya sebuah pintu yang telah dibuka maka menulis cerita membawa manfaat :

a.       Membuka diri dari kepenatan dan tekanan emosi

b.      Mencurahkan perasaan dan pikiran

c.       Eksternaslisasi masalah, it means masalah kita sudah berpindah tempat. Alias gak dipendem sendiri.

d.      Menemukan sebab akibat masalah

e.      Dapat berpikir runtut dan terstruktur

f.        Mengaktifkan metakognisi

g.       Menemukan makna dan solusi


Bentuk Tulisan Sebagai Healing

                Oke, jika kita sudah mutusin pengen nyoba nulis sebagai bentuk healing, ada 2 pilihan menulis ya. Pahami dulu apa perbedaannya agar sesuai dengan kebutuhan.

1.         Expressif Writing

      Menulis Ekspresif adalah menulis sebagai ekspresi yang mendalam atas perasaan dan pemikiran. Tulislah semua emosi, rasa tanpa harus memikirkan tata bahasa, tanda baca, dan kaidah-kaidah penulisan yang baku.

      Dari tulisan Pak Cahyadi Takariawan Bagaimana Cara Menulis Ekspresif?

      Ada cara teknis yang bisa dilakukan dalam menulis ekspresif :

a.       Siapkan tempat dan waktu menulis

Perlu suasana tenang dan damai dalam menuangkan emosi. Tempat yang nyaman tidak banyak terganggu orang juga akan mendukung kenyamanan dalam menulis.

b.      Menulislah secara teratur

Larutkan ekspresi dengan menulis secara 4 hari berturut-turut dengan durasi 15-20 menit. Jika hanya sesekali menulis tidak akan tuntas mengeluarkan pikiran dan perasaan.

c.       Sesuaikan dengan kemampuan

Jika baru bisa 5 menit maka lakukanlah. Bertahap tambahkan durasinya selama 15-20 menit.

d.      Tulis dengan jujur

Tuliskan apa yang memicu stress dengan jujur. Alirkan rasa akan masalah tersebut.

e.      Menulis bebas

Tuangkan semua rasa tanpa perlu terkekang oleh tata bahasa, tanda baca, dan aturan penulisan yang ada.

f.        Jangan paksakan diri

Jika mendapati pengalaman traumatis yang akan membuat diri makin stress, berhentilah menulis. Mulailah menulis lagi jika jiwa kita telah siap untuk menuangkannya

g.       Menulislah untuk diri sendiri

Tulisan ini tidak untuk dipublikasikan karena bersifat rahasia. Bila perlu simpanlah di floder khusus dan berilah password untuk memastikan aman.

h.      Refleksikan kembali

Sebulan setelah 4 hari selesai menulis ekspresif , kita bisa membuka dan membaca kembali tulisan itu untuk direfleksikan. Bahkan kita bisa memilih mana yang bisa diedit untuk dipublikasikan. Fungsi kognitif harus mulai ditonjolkan saat melakukan refleksi, agar kita bisa melihat masalah dengan jernih dan positif.

 

2.         Narrative Writing

Sedikit berbeda dengan expressif writing, cara menulis narrative writing adalah cara menuangkan perasaan dan pikiran dengan menggunakan POV. Apa itu POV? Dalam kaidah penulisan POV atau Point Of View adalah menggunakan sudut pandang diri sendiri, orang kedua, atau orang ketiga.

Jadi narrative writing adalah memisahkan penulis dari masalah yang real dialaminya sehingga ia bisa memberi jarak dengan masalahnya. Oleh karena itu umumnya penulis menggunakan perspektif orang lain seakan-akan bukan ia yang mengalami stress.

 

Penelitian yang dilakukan DR. Savitri dalam rangka disertasi promosi doktornya membawa kesimpulan tentang 2 perbedaan  tipe menulis ini. Penelitian yang dilakukan oleh Savitri (2020) ingin membuktikan pengaruh dari teknik penulisan menggunakan nama-diri, sebagai intervensi untuk mengurangi tingkat depresi. Subjek adalah dewasa awal memiliki tingkat depresi sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instruksi menulis dengan bahasa yang berjarak menggunakan perspektif pengamat, jika dibandingkan dengan instruksi menulis dengan menggunakan perspektif pelaku, pada level tertentu dapat membantu proses refleksi diri adaptif dengan mekanisme yang berbeda.

 

Nah, setelah kita tahu bagaimana menulis sebagai sebuah alternatif healing maka wawasan kita bertambah ya. Ada bentuk terapi yang bisa kita lakukan untuk merilis emosi jiwa dan kebuntuan pikiran. Much better jika kita mau belajar lebih jauh dan bergabung di komunitas penulisan jadi kita terbantu ketika bingung harus ngapain dan harus mulai dari mana.

Bahagia itu hak kita. Bahagia bisa diraih jika kita berada dalam suasana hati yang penuh syukur tanpa standar duniawi yang muluk-muluk. Bahagia menerima apa adanya kita.

Jadi ketika suntuk melanda, stress, merasa insekyur, yuk coba nulis. Tuangkan rasa, emosi, asa dalam tulisan. Simpan untuk diri sendiri jika itu membuat lebih nyaman sebagai ekspresi diri. Bila jam terbang menulis sudah bertambah, boleh mencoba untuk menulis naratif atau untuk dibagikan ke orang lain. Siapa tau, orang lain terinspirasi dari kisah kita. So, Healingmu gak usah jauh-jauh, nulis yuk !

 

 

 


 

Saras Hijrah
Seorang ibu pembelajar yang sadar akan kekurangan dirinya dan terus menempa diri menjadi seseorang yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan

Related Posts

1 komentar

  1. Wah fakta ini mba Saras. Sedikit banyak, dengan menulis kita jd bs melupakan kepenatan, dan ditambah lg byk manfaat menulis lainnya. Semoga Alloh mudahkan kita untuk menulis tentang kebaikan. Aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar