sarasHijra

Kak Laisa Sang Bidadari Surga yang Membasuh Jiwa

Posting Komentar


Sebuah resensi dari Buku Bidadari-Bidadari Surga karya Tere Liye

Bismillahirrahmanirrahim

Prolog

Kalau emak saras ditanya siapa novelis fave pasti selain Asma Nadia akan muncul nama Tere Liye. Novel-novel hasil tangan dingin Darwis- nama asli Tere Liye emang good bener, ma syaa Allah tabarakallah. Makanya saat Perpusda Jateng di Jalan Sriwijaya udah buka lagi kaya biasa after pandemi, hunting novel Tere Liye is a must. Walaupun koleksinya jadul gapapa, asal ada yang bisa dipinjam hahaha. Jadilah Novel Bidadari-Bidadari Surga menjadi teman waktu senggang. Novel yang tak kalah apiknya dari beberapa judul yang pernah emak baca. Sarat nilai dan hikmah. Betapa kerja keras dan pengorbanan, karaker tangguh yang kudu kita miliki. Kisah Kak Laisa Sang Bidadari Surga yang membasuh jiwa begitu menginspirasi emak saras, meski fisik dan rupanya tak cantik dan sempurna. 

Pribadi yang sederhana dan bersahaja membuatnya patut dijadikan teladan. Maka gak salah Tere Liye  menyematkan sang tokoh utama-Kak Laisa pantas menjadi bidadari surga. Sesuai judul novelnya. Ma syaa Allah..

Sedemikian indah kisahnya, sampai berkaca-kaca mata ini. Bahkan menurut Ratih Sang, Top Model era< 90 memberikan testimoni : “Air mata saya menetes deras ketika mata dan angan saya tiba di halaman 62. Saya ingin seperti Laisa...” 

Nahh jadi makin kepo kan sama bukunya....Hayuk, lanjuti bacanya bestie...

Sang Penulis

Kepoin Dulu Penulisnya Yuk

Tere Liye, siapa sih yang gak kenal penulis novel best seller ini? Jujur emak Saras termasuk terlambat mengkoleksi buku-bukunya. Saat ke toko buku, bukan buku-buku novel yang emak sasar pertama. Melainkan buku agama, psikologi pendidikan anak, atau buku resep masakan. Meski tau ada 1 rak buku tersendiri yang mendisplay buku novel Tere Liye namun saat itu hanya melirik melihat puluhan judul bukunya. Hingga suatu hari, emak main ke rumah temen, sebut saja mbak Lia dan mendapati 3 buah novel Tere Liye ada di lemari bukunya. Emak gercep pinjam lah untuk baca dan lalu bawa pulang 2 diantaranya. Anak Pemberani dan Si Putih. Waaw, what a good book. Sejak saat itu emak kepooo buku novel Tere Liye dan mengalokasikan budget khusus untuk beli satu-dua seri terbarunya.

Tere Liye yang Tak Suka Membagikan Kehidupan Pribadinya

Emang bener, penulis satu ini sangat tertutup dalam hal privasinya. Tak jarang ada beberapa orang yang mengira Tere Liye seorang perempuan, termasuk emak saras hohoho. Dari tulisan Emka Umam di Biografi Tere Liye, emak juga baru tahu bahwa laki-laki asal Sumatera Selatan ini alumni Akuntasi Fakultas Ekonomi UI. Justru bukan dari orang sastra. Kegemarannya menulis hingga menelorkan banyak novel dengan berbagai genre membuat banyak penerbit ingin menyunting hasil karyanya.


Novel Bidadari- Bidadari Surga

           Novel Bidadari-Bidadari Surga berkisah tentang pengorbanan seorang kakak bernama Laisa. Ia sulung dari 5 bersaudara yang telah ditinggal wafat bapaknya. Kelima yatim itu hidup bersama Mamak Lainuri sang ibunda di rumah panggung sederhana di Lembah Lahambay. 
           Mereka terbiasa hidup dengan semua keterbatasan. Terbiasa dengan kehidupan terpencil. Dua jam perjalanan dari kota kecamatan terdekat. Antar kampung terpisah paling dekat satu kilometer. Kampung Kak Laisa berbatasan langsung dengan hutan rimba dan terpisah oleh dinding cadas deretan bukit barisan. 
            Keluarga miskin Mamak Lainuri hanya mampu menyekolahkan Dali, Ikanuri, dan Wibisana di awal kisah bermula. Kak Laisa memilih mengalah membantu pekerjaan Mamak di ladang dan menganyam rajutan. Tak apa ia tak perlu berada di bangku sekolah demi membantu Mamak mencari biaya sekolah adik-adiknya. 
            Kisah keseharian, perjuangan, tetes keringat dan air mata anggota keluarga ini digambarkan secara detail oleh sang penulis. Nakalnya duo Ikanuri dan Wibisana, cerdasnya Dali dan semangatnya Yashinta menjadi karakter kuat tokoh pendukung Kak Laisa. Hingga di akhir kisah pengorbanan Kak Laisa berada pada puncaknya ketika vonis kanker paru stadium IV menghampiri. Itu adalah kisah singkatnya. 
             Sebagai pembaca, emak mencoba meresensi Novel terbitan tahun 2008 ini ya. Ada beberapa kaidah penulisan yang bisa dikupas yes bestie.


Mengupas dari Sisi Alur

             Alur adalah pergerakan cerita dari waktu ke waktu, atau rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir cerita

Alur Menurut Urutan Waktu

Tere Liye sukses menyulap isi cerita dengan menggunakan alur campuran. Yaitu perpaduan alur maju dan mundur. Alur maju yaitu cerita dimulai dari urutan apa yang terjadi lebih dahulu lalu berurutan kejadian berikutnya dan berikutnya sampai ending. Sedangkan alur mundur atau flashback adalah saat cerita dimulai dari satu kejadian terkahir lalu kembali ke masa sebelum kejadian tersebut berlangsung. Bahkan hampir di tiap bab-nya alur campuran itu dikemas sangat apik. Seperti ada Bab 1 Empat Penjuru, digambarkan sebuah pesan singkat via sms dikirim dari Mamak.

Pulanglah. Sakit kakak kalian semakin parah. Dokter bilang mungkin minggu depan, mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak-anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah..”

Wajah keriput nan tua itu menghela nafas.

Sekali. Dua kali. Lebih panjang. Lebih berat. Membaca pesan itu entah untuk berapa kali. Pelan menyeka piinya yang berlinang, juga lembut menyea dahi putri sulungnya, wanita berwajah pucat yang terbaring lemah di hadapannya. Mengangguk. Berbisik lembut : “Ijinkan, Mamak mengirimkannya, Lais..Mamak mohon...”

Tangan tua itu demi melihat anggukan putri sulungnya, tanpa menunggu lagi gemetar menekan tombol ok. Message transmitted.


Itulah prolog novel ini dan menurut emak sebagai inti cerita di Bab 1.

Adapun Bab 2 sampai 5 menceritakan situasi adik-adik Laisa yang berada ratusan bahkan ribuan kilometer dari Lembah Lahambay, latar tempat di novel ini.

Di Bab 6 muncul cerita yang mengandung alur mundur. Berikut cuplikannya :

Berpilih. Berputar. Terlemparkan.

Dua puluh lima tahun silam. Kenangan-kenangan itu kembali sudah.

Kedua anak perempuan itu sebenarnya berbeda umur cukup jauh. Yang besar sudah sekitar enam belas tahun, yang kecil baru enam tahun.

“Masih jauh, Kak? Lima menit? Sepuluh Menit?” Gadis kecil yang berumur enam tahun bertanya lagi sambil melepas daun yang tersangkut di rambut.

“Masih!” Laisa nama kakaknya, kali ini menjawab dengan nada sebal. Itu pertanyaan yang ke dua puluh sepanjang perjalanan mereka. Adiknya selalu saja suka bertanya. Berulang-ulang kali. Tidak bosan-bosannya. Malah pakai “menit-menitan” segala. Bisa sabar sedikit kenapa!

Jelas ya ada perbedaan pergerakan cerita. Dari awalnya kisah Mamak yang mengirim sms pada empat anaknya yang sudah dewasa dan berkeluarga lalu dipotong dengan flashback kisah masa kecil anak sulung (Laisa) dan bungsu (Yashinta) saat berburu berang-berang di tengah hutan.

Alur dari Segi Ketegangan Cerita

Menurut Isa Alamsyah dari buku 101 Dosa Penulis Pemula, ada kategori alur dari segi ketegangan cerita.

Pertama klimaks naik, berarti kisahnya mulai biasa, tensinya naik terus sampai anti klimaks tertinggi. Kedua anti klimaks, berarti klimaksnya turun dari kejadian yang paling heboh lalu menurun tensinya hingga akhir. Ketiga campuran ada naik turun ada turun naik. Jadi banyak suspense-nya. Isa menyebutnya kaya klimaks.

Novel Bidadari-Bidadari Surga yang dicetak ulang di Tahun 2018 dengan Judul Dia Adalah Kakakku termasuk alur kaya klimaks. Karena cerita masa-masa sulit Mamak, Laisa dan 4 adiknya kerap digambarkan bergantian dengan kisah bahagia yang menenangkan.

Mengupas dari Sisi Pesan

Cerita yang baik adalah yang mempunyai pesan atau gagasan di dalamnya, bukan sekadar hiburan atau selingan semata. Poin penting ini disampaikan Isa Alamsyah dan emak setuju. Novel bergenre keluarga ini sungguh sarat makna. Pesan yang disampaikan Tere Liye dalam novel ini kadang eksplisit dan sering pula implisit.

Pesan Ekslisit

Pesan eksplisit adalah pesan yang secara jelas disampaikan sang penulis.

Contohnya ada pada foto ini :


Tentu saja semua ini hasil dari proses yang baik. Tidak ada anak-anak di dunia ini yang instan tumbuh seketika menjadi baik. Masa anak-anak adalah masa ‘peniru’. Mereka memperhatikan, menilai, lantas mengambil kesimpulan. Lingkungan, keluarga, dan sekitar akan membentuk watak mereka. Celakalah, kalau proses ‘meniru’ itu keliru. Contoh yang keliru. Teladan yang salah. Dengan segala keterbatasan lembah dan kehidupan miskin, anak-anak yang keliru meniru justru bisa tumbuh tidak terkendali.

Sangat jelas kan ya, pesan yang disampaikan. Bandingkan dengan pesan implisit.

Pesan Implisit

Contoh yang implisit atau tak dapat ditangkap langsung oleh pembaca adalah saat Dalimunte, anak kedua Mamak menanyakan apakah Laisa kakaknya keberatan jika ia dilangkahi adik-adiknya menikah terlebih dahulu. Sementara umur Kak Laisa sudah di atas 30 tahun. Seperti pada cuplikan percakapan di bawah ini :

“Dali, tentu saja itu sekali –dua datang. Sebenarnya dulu lebih sering datang. Tapi buat apa Kakak membuang-buang waktu memikirkan hal tersebut. Hidup Kakak sudah amat indah tanpa perlu memikirkan hal-hal itu. Melihat kalian tumbuh dewasa. Dengan segala kesempatan hebat itu. Itu sudah sangat membahagiakan Kakak. Melihat anak-anak lembah berkesempatan sekolah. Kehidupan mereka yang lebih baik dengan perkebunan strawberry ini. Itu sudah lebih dari cukup."

Apakah kalian bisa langsung menangkap pesannya? Ya, pesan itu tidak disampaikan langsung lewat kata suka tidak suka bila dilangkahi menikah. Tapi ditunjukkan dengan pendapat Kak Laisa bahwa ia sudah bahagia melihat orang lain bahagia.

 

Komentar Tentang Novel Bidadari-Bidadari Surga

Kritik 

Kalau emak saras ditanya, apa masukan atau kritik untuk novel ini? Hmm bingung juga karena hampir tanpa cela. Kalaupun harus memberikan masukan maka izinkan emak mengkritisi di bagian judul novel. Bila menyebutkan bidadari-bidadari surga maka ada jamak bidadari. Sementara tokoh utamanya adalah Kak Laisa yang menjadi panutan layaknya bidadari surga bagi ke-4 adiknya yaitu Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta. Jadi harusnya berjudul Bidadari Surga.

Kesan

Overall novel ini bila dinilai ala aplikasi online mendapat bintang 5, yeeee. It means direkomendasikan untuk kalian baca ya. Novel dengan tebal 365 halaman berisi tentang kasih sayang keluarga, tentang pengorbanan seorang kakak, nyatanya tidak membuat jenuh membacanya. Justru diingatkan kapan terakhir kita memeluk adik-adik kita dan berlinang air mata hingga bilang, meski mereka menyebalkan, kita sungguh sayang pada mereka. 

Karakter masing-masing tokoh yang dibangun sangat kuat oleh Tere Liye tersebut sukses memberi gambaran apa adanya dalam kehidupan keluarga yang hidup di desa. Kehidupan miskin dan serba terbatas. Namun di tengah keterbatasan justru muncul semangat pantang menyerah. Kemiskinan bukan alasan untuk putus sekolah. Kak Laisa sekuat tenaga membantu Mamak bekerja di ladang, mengurusi adik-adiknya agar mereka punya kehidupan yang lebih baik di Lembah Lamahambay.

Bahwa hasil tak mengkhianati proses. Kerja keras dan pengorbanan adalah karakter tangguh yang kudu kita miliki agar hidup bisa berdampak pada kebaikan. Pengorbanan waktu, keringat dan air mata. Hingga akhirnya kehidupan yang lebih baik bisa dicapai dan bermanfaat bagi orang lain. 

Epilog

Kak Laisa Sang Bidadari Surga yang Membasuh Jiwa semoga tak hanya hadir dalam cerita fiksi semata. Kisahnya harus kita teladani layaknya guru untuk kehidupan kita. Bestie yang masih kepo sama novelnya, buruan pesen di toko buku online atau offline di kotamu yaaa. 

Terima kasih Tere Liye telah menginspirasi untuk tak pantang menyerah dan mencintai takdir yang telah Allah tetapkan pada diri ini. Barokallohu fiik.

 

Saras Hijrah
Seorang ibu pembelajar yang sadar akan kekurangan dirinya dan terus menempa diri menjadi seseorang yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan

Related Posts

Posting Komentar