sarasHijra

Pantulkan Cahaya Kebahagiaan Itu, Ibu

Posting Komentar

Bismillahirrahmanirrahim

Seorang laki-laki sukses, di belakangnya pasti ada seorang istri yang hebat. Pepatah ini pasti telah akrab di telinga kita ya. Emak saras bukan akan membahas itu ya. Karena tema one day one post KB Blogspedia hari ke-4 ini adalah parenting. Maka pepatah yang emak pilih adalah Ibu yang bahagia akan menularkan ke anak. Bahagia di sini sangat luas ya. Bisa diartikan sebagai prestasi, cinta, kasih sayang, dan sifat baik lainnya.

Bahagia dimulai dari penerimaan dan rasa syukur. Penerimaan atas takdir atau ketetapan Allah baik dan buruk. Mengapa harus dari seorang ibu? Mengapa bukan ayah? Bukankah ayah juga penting dalam pengasuhan anak? Yuk, kita bahas bareng mengapa ada ajakan pantulkan cahaya kebahagiaan itu Ibu…


A Mother

Keutamaannya dalam Islam

Dalam Islam, peran seorang ibu begitu dimuliakan. Hingga disebut tiga kali saat ada seorang sahabat yang bertanya pada Rasulullah siapa orang yang berhak kita hormati di dunia ini.

“Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Rasulullah Saw menjawab, “Ibumu. “ Kemudian siapa? Tanyanya lagi? “ Ibumu,” jawab beliau. Kembali orang itu bertanya, “Kemudian siapa?”  “Ibumu.”  Kemudian siapa? Tanya orang itu lagi. “Kemudian ayahmu,” jawab Rasulullah Salallahu’alayhi Wassalam. (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Bagi Rasulullah Salallahu’alayhi Wassalam, mengulang sampai tiga kali, tentu ada maksud yang menegaskan kehormatan dan kemuliaan ibu sebagai pembimbing, pendamping, dan pendidik utama bagi anak-anaknya, yang keutamaanya melebihi ayahnya sebanyak tiga kali.

Ma syaa Allah…

Mengapa Allah memuliakan wanita, memuliakan ibu tentu saja karena banyak sekali keutamaannya. Selain karena di rahimnya akan bersemai benih-benih kehidupan, sifat rahman dan rahim Allah titipkan pada makhluk berhati lembut ini.

Dalam bukunya yang berjudul “Yuk, Berhijab”, Felix Y. Siauw menuliskan bila Islam menjadikan lelaki sebagai pemimpin keluarga, Islam menjadikan wanita sebagai pemimpin bagi rumahnya. Ummu wa rabbatul bait adalah gelar Islam baginya, dialah ibu sekaligus pengelola rumah tangga.

Peran Peradaban

Bangsa dan Negara ini terbangun dari kelompok masyarakat yang beradab. Dimana kelompok masyarakat terdiri dari puluhan atau ratusan keluarga. Dari keluarga-keluarga inilah adab, akhlak, sopan santun mulai dikenalkan dan diajarkan. Dari tangan seorang ibulah semua itu bermula karena begitulah fitrahnya sebagai pendidik keluarga.

Maka kesempatan berharga itulah tak semestinya kita abaikan karena balasannya tak hanya sekedar ucapan terima kasih. Surga. Semua pengorbanan, air mata, keringat, lelah letih mengurus anak dan rumah tangga diganjar surga oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Berikut keridhoannya pada kita, in syaa Allah.

Bahagiakah Engkau Ibu?

Konsep diri

Apakah kita merasa berharga. Pertanyaan ini penting karena mendasari konsep diri kita. Menurut Ibu Elly Risman, permasalahan keluarga Indonesia diawali dari sejarah pengasuhan masa lampau yang masih dipakai. Karena menurut beliau parenting is about wiring. Yaitu membentuk kebiasaan dan meninggalkan kenangan even itu good or bad. Apabila masa kecil kita terbiasa dalam ucapan kasar, makian, omelan, atau mungkin asuhan ala dictator maka bisa jadi kita mewarisinya pula ke anak-anak. Apalagi kita belum memaafkan sisi buruk masa lalu.            

Dari penelitian yang dibuat tim Ibu Elly Risman, skema kekerasan bisa seperti ini :

Kekerasan Kata (KK) ->  Kekerasan Emosi (KE) -> Kekerasan Fisik (KF) -> Kekerasan Seksual (KS)

            That's why kita perlu melatih diri kita untuk menjaga hati, memilah kata, memiliki lingkungan yang baik sehingga terjaga dari ucapan-ucapan yang buruk.

        Harga Diri

          Yaitu bagaimana kita memandang atau melihat diri bahasa gampangnya. Menurut  Guru Berbagi, harga diri adalah cara menghargai, mengapresiasi, dan menyukai diri sendiri. Harga diri bisa dibentuk dari bagaimana orang tua menerima kehadiran anak dengan cara menghargai kelebihan dan kekurangannya tulus tanpa syarat.


         Inner Child

                Tiga jenis inner child menurut Ibu Elly Risman : pre child (kreatif, berkelana), adaptif, dan marah. Tugas kita sebagai ibu adalah mengenali apakah ada inner child yang masih bersembunyi pada diri kita.

Bagaimana cara mengenalinya? Buat emak sendiri, saat kita sedang emosi utamanya marah maka lihat respon kita. Apakah meledak-ledak, mengungkit masa lalu, membanting sesuatu, atau hanya menyimpan bara api di dalam hati menjadi dendam? Atau bisa menyampaikan secara asertif dan selesai pada saat itu juga. Jika jawabannya yang terakhir maka kita sudah berdamai dengan inner child.       

Ingatlah saat kita marah dan meledak-ledak mirip perilaku seorang anak yang keinginannya beli permen tak dituruti. Just like a child. Makanya disebut inner child karena di dalam tubuh seorang dewasa masih ada sisi kanak-kanak yang belum tuntas “diurus” sehingga menimbulkan luka masa lalu dan terbawa di masa kini.

Saran Psikolog yang dulu menjadi founder Yayasan Kita dan Buah Hati itu, cara memberesi inner child adalah :

1.       Banyak beristighfar meminta ampun pada Allah

2.       Minta pertolongan pada Allah

3.       Mulailah berdamai dengan inner child dengan cara memaafkan. Memaafkan diri kita, orang tua kita.

4.       Lapangkan hati kita menerima masa lalu utamanya yang buruk

5.       Masukkan kenangan baik yang membahagiakan

 

Bahagia Bersama Pasangan

            Kita belum bisa disebut bahagia bila hanya sendirian merasakannya. Alias apakah pasangan kita juga merasakan bahagia hidup dengan kita?

Kolaborasi dengan Pasangan

Nah setelah kita memberesi masalah dalam diri sendiri. Waktunya berkolaborasi dengan pasangan halal kita. Karena bagaimanapun juga kita adalah partner gak Cuma 1-2 bulan tapi puluhan tahun dalam membina keluarga.

Ah, pasanganku cuek urusan anak”

“Suamiku mana peduli dengan romantisme”

“Kalau ketemu, bawaannya emosi aja”

Mungkin ini sebagian respon para ibu di luar sana. Sangat mungkin terjadi apabila komunikasinya mandeg. Semuanya punya ego yang gak mau dikalahkan. Apalagi keduanya berasal dari keluarga yang kurang harmonis. Baiklah mari kita merenungkan kembali tujuan penciptaan di muka bumi bahwa untuk beribadah kepada Allah dan menjadi pemimpin diri dan orang lain.   

Kita tak bisa mengubah orang lain sebelum mengubah diri sendiri. Ini prinsip utama yang juga emak pegang satu dasawarsa terakhir ini setelah alami pasang surut kehidupan rumah tangga. Artinya seburuk apa suami kita, ia tetaplah pasangan yang Allah takdirkan. Saat suami mau menerima kita dengan segala plus minus, mestinya kita pun berlaku yang sama.

Hubungan Suami Istri sebagai Bentuk Ibadah

Bila sebuah hubungan dijalin berlandaskan ibadah maka semua aktiftas ditujukan karena berharap ridho Allah dan bukan pada makhluk. Sebagaimana keharmonisan adalah anugerah dari Allah. Kita hanya bisa mengusahakan, bukan tentang menuntut kebahagiaan dari pasangan. Artinya sebagai istri mari pahami apa hak dan kewajibannya dalam rumah tangga. Upayakan melakukan kewajiban sesuai syariat agama sebaik yang kita mampu. Penuhi kebutuhan suami.

Begitu juga para suami pemimpin atau qowwam keluarga. Pahami dan lakukan tugas keayahan baik di luar menjemput rizki maupun di rumah sebagai kepala keluarga. Bersama-sama melakukan amal ibadah sebagai bentuk menggantungkan harapan pada Yang Maha Kuasa mutlak adanya. Harapannya pasutri akan kompak memperbaiki diri dan siap mengasuh dan mendidik anak-anak yang Allah amanahkan pada mereka.

Bahagia Versi Kita

           Kembangkan Potensi Diri

Ibu, setelah tugasmu tuntas hari ini untuk mengurus rumah tangga, suami, anak, kau masih punya tugas yang lain. Apa itu? Untuk tetap bahagia versi kita. Artinya mari kita terus kembangkan diri. Potensi dalam diri begitu banyak bisa bermanfaat juga untuk orang lain.  

Misalnya :

a.        menulis dan dibukukan, ngeblog,

b.       memasak dan menjual produk dari dapur kita

c.       menyulam, menjahit sesuai mode yang kita suka

d.      bertani

e.      pegiat lingkungan, seperti pengompos, membuat eco enzyme, dll

f.     fotografer

Contoh Kegiatan Pengembangan Potensi Diri

Ah, banyak lagi aktivitas yang kita pilih sesuai minat dan bakat kita. Dengan kita memiliki kesempatan untuk terus bertumbuh maka akan terus ada nyala semangat dalam diri. Bisa bergabung dalam banyak pilihan komunitas baik online atau offline. Berkenalan dengan lebih banyak orang sehingga makin berwarna hidup kita.

Tak Perlu Iri dengan Kebahagiaan Orang Lain

Ssstt, pernahkah kita merasa jeles atas keberhasilan atau kebahagiaan orang lain?

Emak saras pernah. Sering malah hehe. 

Baiklah, sangat manusiawi menyadari ada sedikit iri pada orang lain. Asal kita bisa memenej-nya dengan baik. Artinya pahami bahwa iri adalah penyakit hati yang bisa dihembuskan oleh syaithan yang menggoda iman kita. Hingga muncul perasaan yang disebut hasad. Artinya benci bila melihat orang lain bahagia. 

Yuk, ah kita urus perasaan buruk itu menjadi sebuah bentuk ujian kesabaran dan keikhlasan hati ini. Jadikan kebahagiaan orang lain sebuah cermin nikmat yang bisa saja Allah berikan ke siapa saja terserah-Nya. Jadi bila kita menafikan kebahagiaan orang lain bisa dibilang kita protes pada Allah. Bukankah Allah Maha Adil?

Perlu kita ingat pula bahwa di balik kebahagiaan yang orang lain capai juga atas kerja keras mereka. Jadi jika kita iri dengan keberhasilan atau prestasi orang lain, kita pun mestinya iri dengan kerja kerasnya. Saat kita sudah terlelap, mungkin ia masih terjaga untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Dan saat kita santai, ia masih berjibaku dengan segala amanahnya. 

Kita justru boleh iri dengan amalan ibadah saudara kita sehingga kita pun jadi bersegera untuk mengikuti contoh baik itu. 

Pantulkan Cahaya Kebahagiaan Itu, Ibu

Jadi bahagiakan diri kita dengan menyadari penuh diri kita berharga, bermakna dan bermanfaat setidaknya untuk orang terdekat yang kita cintai. Bahagia pula mendapati orang lain bahagia agar tetap tercipta good vibes di sekitar kita.  Lalu pantulkan kebahagiaan itu ke anak-anak ibu, agar mereka merasakan pula aura cinta itu.

Ibu yang bahagia, nyetrum kok hatinya, sikap, dan perilakunya ke anak. Anak juga akan merasa nyaman berada dekat kita dan punya figur untuk dicontoh. Buktiin yuk...

Karena anak-anak kita pantas memiliki ibu yang bahagia, pandai bersyukur dan mudah memaafkan kesalahan. Semoga Allah mudahkan ya proses menuju kesana..aamiin

Sudah siap untuk menjadi Ibu yang bahagia? 

 

Saras Hijrah
Seorang ibu pembelajar yang sadar akan kekurangan dirinya dan terus menempa diri menjadi seseorang yang bermanfaat bagi diri dan lingkungan

Related Posts

Posting Komentar